Sabtu, 12 Mei 2012

Waspadailah Islam Syi'ah !!

  

     Di Zaman sekarang ternyata bukan hanya kalangan dari Al-Qiyadah Al-Islamiyyah ataupun Ahmadiyyah saja yg bisa terbilang ajaran yang sesat juga melenceng dari ajaran Islam yang sesungguhnya.Berdasarkan Rakernas tersebut, MUI menetapkan beberapa rekomendasi, di antaranya:


1) Syiah menolak hadits yang tidak diriwayatkan oleh Ahlul Bait, sedangkan Ahlus Sunnah wal Jamaah tidak membeda-bedakan—asalkan hadits itu memenuhi syarat ilmu Musthalah Hadist.
2) Syiah memandang "imam" itu maksum (orang suci), sedangkan Ahlus Sunnah wal Jamaah memandangnya sebagai manusia biasa yang tidak luput dari kekhilafan (kesalahan).
3) Syiah tidak mengakui ijma' tanpa adanya "imam", sedangkan Ahlus Sunnah wal Jamaah mengakui ijma' tanpa mensyaratkan ikut sertanya "imam".
4) Syiah memandang bahwa menegakkan kepemimpinan/pemerintahan (imamah) adalah termasuk rukun agama, sedangkan Sunni (Ahlus Sunnah wal Jamaah) memandang dari segi kemaslahatan umum dengan tujuan ke-imamahan-an adalah untuk menjamin dan melindungi dakwah dan kepentingan umat.
5) Syiah pada umumnya tidak mengakui kekhalifahan Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khathab, dan Utsman bin Affan. Sedangkan Ahlus Sunnah wal Jamaah mengakui keempat Khulafaur Rasyidin (Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khathab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib).

Mengingat perbedaan-perbedaan pokok antara Syiah dan Ahlus Sunnah wal Jamaah seperti disebutkan di atas—terutama mengenai perbedaan tentang "imamah" (pemerintahan), MUI mengimbau umat Islam Indonesia yang berpaham Ahlus Sunnah wal Jamaah agar meningkatkan kewaspadaan terhadap kemungkinan masuknya paham yang didasarkan atas ajaran Syiah.

Walau demikian, fatwa atau lebih tepatnya rekomendasi yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 4 Maret 1984 M/4 Jumadil Akhir 1404 H itu tidak secara tegas menyatakan kesesatan Syiah.

Rekomendasi ini ditandatangani oleh Komisi Fatwa MUI; Ketua Prof KH Ibrahim Hosen, LMI dan Sekretaris H Musytari Yusuf, LA.

Dan yang menjadi penyebab pokoknya ialah seorang yahudi yang bernama
Abdullah bin Saba’
 Abdullah bin Saba’  adalah seorang pendeta yahudi berasal dari yaman yang datang ke madinah. Ia pura-pura masuk islam pada akhir masa khalifah Utsman bin Affan ra. Konflik besar ummat islam berawal dari sosok ini, saat pemerintah islam di guncang berbagai cobaan, Abdullah bin Saba’ membuat berbagi isu besar yang meretakkan ukhuwah kaum muslimin.
 Dengan maksud memecah belah ummat, ia menyatakan bahwa yang berhak menjadi khalifah setelah Rasulullah adalah Ali ra. Ia juga menganggap bahwa Abu Bakar, Umar dan Utsman sebagai orang-orang yang zalim, karna telah merampas hak ke khalifahan dari Ali ra, setelah wafatnya Rasulullah saw.
 Puncak rekayasa itu terjadi saat Abdillah bin saba’ memelopori kudeta berdarah dengan melakukan skenario pembunuhan terhadap khalifah Utsman bin Affan ra. Sebagai bentuk perlawanan tersebut ia pun membentuk aliran syiah, yang pada perkembangannya terlalu mengultuskan Ali ra.
 At-Thabari  dan para ahli sejarah lainnya, semua menerangkan bahwa Abdullah bin Saba’ senantiasa menyebarkan fitnah dari madinah ke Mesir lalu ke Basrah. Ketika ia sampai di Basrah ia di usir oleh Hakim bin Jiblah, lalu ia lari ke Kuffah dan ke Fustat untuk menyebarkan racunnya.
 Karna di dorong dengan rasa tidak enak yang memunculkan imej bahwa ajaran syiah berasal dari yahudi, sebagai orang-orang syiah berusaha menghapuskan keberadaan Abdullah bin Saba’ dari sejarah syiah dengan memosisikan tokoh syiah ini sebagai tokoh fiktif dalam lintas sejarah syiah
 Seorang penulis syiah kontemporer, Murtadah al-Askari, adalah salah satu di antara mereka yang mengingkari keberadaan Abdullah bin Saba’. Menurutnya, kisah tentang Abdullah bin Saba’ hanyalah sebuah lagenda saja yang tidak di temukan ujung pangkalnya, ia hanya tokoh fiktif yang di buat-buat.
 Penafian terhadap Abdullh bin Saba’ juga di akui seorang penulis kenamaan terkini, Dr. Quraish Shihab. Yang mengatakan.
 Pasalnya tidaklah logis, seorang yahudi dapat mempengaruhi Shahabat-shahabat besar Rasulullah. Tak dapat di bayangkan, bahwa tokoh semacam Sayyidina Ali, Thalhah dan Zubair, yang pengetahuan, keikhlasan dan kedekatakan mereka kepada Nabi sudah umum di ketahui dapat dikelabuhi oleh seorang yahudi sehingga upaya mereka gagal. Karena itu banyak pakar, baik sunnah, lebih-lebih syiah, yang menolak bukan saja penamaan Abdullah bin Saba’ yang demikian besar, tetapi wujud pribadinya dalam kenyataan pun mereka sangsikan. Tidak sedikit pakar menilai bahwa pribadi Abdullah bin Saba’ sama sekali tidak pernah ada. Ia adalah tokoh fiktif yang diciptakan para anti syiah.
 Sementara asumsi yang di munculkan oleh Dr Quraish Shihab di atas, adalah asumsi yang meleset yang tidak memiliki landasan apapun dari sejarah. Kekeliruan Quraish Shihab terletak pada pilihan beliau yang hanya mengikuti asumsi penulis sejarah syiah kontemporer, yakni Muhammad Ali Kasyif al-Ghithai, dimana pernyataannya juga ditolak mentah-mentah oleh para ahli sejarah, serta bertantangan dengan pandangan ulama syiah terdahulu yang di anggap otoritatif.
 Padahal ulama syiah sendiri yang bernama Kishi yang mengatakan bahwa, ”Sebagian ahli ilmu mengatakan bahwa Abdullah bin Saba’ adalah seorang yahudi. Ia memeluk islam dan mencintai Ali. Ketika masih menjadi orang yahudi menyebut nama Yusya’ bin Nun pembantu Musa, dan ia masuk islam setelah wafatnya Rasulullah Saw meninggal, mengatakan tentang Ali, seperti itu. Ia adalah orang yang pertama yang mengatakan Ali adalah imam dan membersihkan diri dari musuh-musuhnya, serta membuka rahasia-rahasia penentang Ali dan mengkafirkan mereka. .
1.3. Sejarah Lahirnya Syiah.
 Seperti yang saya sebutkan di atas tadi bahwa, Kelahiran syiah diawali ketika seorang yahudi bernama Abdullah bin Saba’ muncul dengan mengaku sebagai seorang muslim, mencintai ahlul bait (keluarga Nabi), ekstrem dalm menyanjung Ali bin Abi Thalib, dan mendakwakan adanya wasiat khusus bagi Ali untuk menjadi khalifah sepeninggalan Nabi saw, serta pada akhirnya ia mengangkatnya (Ali) ke tingkat ketuhanan. Idiologi inilah yang akhirnya diakui dalam buku-buku ajaran syiah.
 Pada masa berikutnya, ideologi ini diwarisi oleh orang-orang syiah, walaupun mereka terpecah menjadi beberapa kelompok atau bermacam-macam sekte. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa pengakuan tentang keimamahan Ali bin Abi Thalib dan kekhalifahannya berdasarkan wasiat langsung dari Nabi Saw adalah merupakan peninggalan ajaran Ibnu Saba’. Setelah itu syiah berkembang menjadi berpuluh-puluh sekte dengan berbagai macam ideologinya.
Maka dari itu saya menghimbau supaya tidak terlalu mendekati islam syi'ah yang notabene-nya hampir sama dengan islam liberal...



Tidak ada komentar:

Posting Komentar